Tag Archive | warisan

Saya Ingin Wariskan Buku. Anda?

Gola Gong pernah menulis dalam sebuah buku. Konon, orang Jepang gemar menulis. Topiknya sangat beragam, dari sekedar hobi hingga suatu kajian ilmu. Tidak heran jika jumlah buku yang terbit di sana setiap tahun sangatlah banyak. Hal ini juga berpengaruh terhadap perkembangan toko buku. Jumlah toko buku di negeri sakura  itu konon sekitar lima kali lipat jumlah toko buku di Amerika Serikat.

baca buku

Baca buku di densha (KRL)

Melihat kenyataan tersebut, saya membayangkan bahwa budaya baca masyarakat Jepang lumayan tinggi. Saat menunggu kedatangan kereta, banyak orang Jepang menggunakan waktunya untuk membaca. Ketika istirahat, mereka pun menggunakan sebagian waktu istirahatnya untuk membaca. Semakin banyak bacaan yang dilahap, tentu semakin banyak pengetahuan yang diperoleh. Karena itu manusia selalu melakukan dialektika pemikiran, lahirlah letupan-letupan ide dari sekumpulan informasi yang sudah diperoleh. Mereka lalu menuliskan ide-ide tersebut di secarik kertas, pada buku tulisnya, atau pada komputer. Dari sini muncul bibit-bibit penulis buku yang sekarang mewarnai kehidupan masyarakat Jepang.

Tiba-tiba muncul sebersit tanya: mungkinkah kita menciptakan budaya baca-tulis seperti Jepang? Jawaban spontan yang bisa diberikan hanyalah satu: mungkin sekali. Lantas, bagaimana caranya? Inilah pertanyaan yang memerlukan jeda cukup panjang untuk menjawabnya. Karena saat ini baru sebatas bermimpi, saya pun mencoba menjawabnya berdasarkan impian saya. Kira-kira begini.

Pertama, kita dituntut rajin membaca. Sering kali kita memaksakan diri membuat tulisan dengan tidak disertai riset bahan. Akibatnya, tulisan itu tidak terselesaikan. Bisa jadi  karena kekurangan bahan tulisan. Jika dianggap selesai pun terasa tidak mantap pembahasannya.Kita tidak tahu lagi harus menambahkan apa ke dalam tulisan. Nah, dengan membaca, kita akan mendapatkan banyak bahan untuk merampungkan tulisan. Bahkan, kita juga bisa mendapatkan topik tulisan lainnya. Adanya keuntungan tersebut mendorong seorang bijak berkata, “buku itu gudang ilmu. Membaca merupakan kuncinya.”

Kedua, kita dituntut rajin menulis. Kata Hernowo, “menulis itu mengikat makna.” Topik yang kita tulis akan selalu kita kenang. Kita menjadi tidak mudah melupakannya. Bahkan ketika muncul dialog tentang tulisan kita, perspektif kita akan semakin luas. Sangat mungkin muncul ide baru yang ingin kita tuliskan. Untuk melatih kemampuan menulis kita, kita perlu mencatat setiap kilatan ide yang terlintas. Walau hanya sebaris kalimat, itu merupakan latihan menuangkan ide yang efektif. Yakinlah, bahwa dari satu kalimat ke kalimat lain akan melahirkan satu paragraf.

Ketiga, kita dituntut untuk bertanggung jawab atas tulisan tersebut. Seorang teman pernah berkata, “menulis itu cerminan keimanan.” Apa yang kita tulis sangat mungkin memancing komentar dari orang lain. Kadang berupa pujian, tidak jarang berupa makian.

Saya ingin meneladani semangat orang Jepang dalam membaca dan menulis. Alasannya sederhana saja karena saya ingin mewariskan buku-buku buat anak saya. Buku itu tulisan saya sendiri. Isinya bisa pendapat dan komentar tentang suatu kenyataan. Atau hikmah dari pengalaman hidup yang pernah saya alami. Inilah perubahan obsesi saya. Semula saya ingin membangun perpustakaan pribadi yang berisi koleksi buku-buku bergizi karya orang lain bagi anak saya. Akan tetapi, sekarang saya ingin mewariskan tulisan-tulisan karya saya sendiri. Tulisan yang dicoretkan oleh pena dengan bimbingan hati yang tulus guna menjadi bekal bagi anak saya. Inilah warisan yang ingin saya berikan padanya. Kalau anda?

sumber gambar: http://baltyra.com/wp-content/uploads/2010/01/subway.jpg